Selasa, 14 April 2009

Terminal oh terminal

Diposting oleh jaguar di 01.15

terminal oh terminal

lomba bikin blog berhadiah500 ribu rupiah???? WOOOOWWW mataku langsung berbinar tajam melihat pengumuman tersebut tertera di desktop komputer. Seakan sebua gerbang terbuka lebar di depan mata. Rp.500.000 dengan angka lima beserta lima telor yang mengekorinya bukan jmlah yang sedikit. Dengan uang itu aku bisa melunasi hutang nenekku ne, hehehe. Tapi persyaratannya minimal 300 kata dalam lima paragraf, dan isinya tentang pengalaman unik selama kuliah si Wearnes. Busyet dah... Mau dongeng apa ini?? Perasaan aq nggak punya pengalaman unik. Hasil ujian di atas rata-rata dah biasa, jadi bintang di kelas juga udah biasa, dihukum karena telat dah biasa,diteriakin dosenku karena telat juga bukan hal yang unik lagi. Semua program debug dah g aneh lagi, puyeng mendapat pelajaran bukan cuma dah biasa tuh tiap hari malah. Trus apa donk yang unik???? Lembar-lembar kehidupanku selama di Wearnes perasaan nggak ada yang spesial deh. Namun setelah berpikir-pikir dengan menjungkirbalikkan kepala, menggeledah-geledah stok harddisk di kepalaku, akhirnya sebuah lempengan emas berkapasitas 2,25GB kutemukan di recyclebin sistem kerja otakku. Sebuah kenangan manis tentang perjuanganku dan seorang sahabatku menempuh jalan panjang menuju terminal di hari pertamaku mengenal The Greatest Wearnes Education Center.
Begini ceritanya. . . . .

Pengenalan kampus dan interaksi mahasiswa baru atau bahasa kerennya PEKASI MABA di wearnes dalam gambaranku adalah sebuah orientasi keras yang sering kutonton di televisi, penuh dengan adegan perpelocoan tapi ternyata tidak. Dugaanku keliru besar.

Hari itu kalau nggak salah adalah hari senin, hari diadakannya Pekasi Maba. Segala persiapan telah kami, aku dan kawanku, lakukan. Bus Mira yang kami tumpangi melaju dengan sempurna. Kalihatannya ini akan menjadi hari yang sempurna. Tapi benarkah demikian???

Begitu aku dan kawanku nyampai di terminal Madiun, hal pertama yang kami lakukan adalah mencari bus mini atau angkot yang searah dengan Wearnes, namun setelah mencari-cari tak ada satu angkotpun yang searah dengan calon kampusku itu. Semuanya berarah lain yang ada hanyalah bus mini yang sudah sarat dengan penumpang. Karena tak ada pilihan lain waktu juga sudah mepet akhirnya kami ikut aja bus tersebut. Meskipun udara segar tapi, hawa di dalam bus mini tersebut pengap bukan main. Sudah tak ada tempat lagi buat berleha-leha duduk ataupun berdiri, semua sudah ludes diisi oleh penumpang dengan terpaksa aku dan temanku itu beriklas hati disumpelin ke sekerumunan orang yang berdiri di dekat pintu. Berdiri berhimpit-himpitan dengan penumpang lain apalagi di dekat pintu membuatku was-was akan jatuh. Tapi aku hanya diam aja mau bagaimana lagi toh dari pada terlambat kan? Untungnya adegan sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia itu bisa kulalui setelah aku dan kawanku sampai di Wearnes.

Wow . . . . . ratusan mahasiswa baru berkeliaran disana-sini langsung menyapu pandangan pertamaku. Orang-orang berwajah aneh yang terbingkai oleh kepintaran-kepintaran itu membuat nyaliku ciut , untungnya ada temanku jadi aku merasa nggak sendirian.

Di sini kami diajak bermain-main sama kakak pembinanya. Bermain ular-ularan, pemecahan-pemecahan masalah, pokoknya seru banget deh, ospek terseru yang pernah aku alami. Nggak ada yang ngebosenin semua dilalui dengan tawa. Tapi ketika siang datang semua tawaku seakan menguap di udara. Siang itu beguitu teri., panas bukan main. Sinar matahari tak ampun memanggangku beserta lainnya, hal ini membuatku tak kuat dan akhirnya di tengah-tengah peraminan aku mengundurkan diri untuk berteduh, waduh rasanya mau pingsan neh.

Tapi pada intinya itu adalah hari terdahsyat yang pernah aku alami.

Pekasi Maba selesai, sore menggantikan siang. Aku dan kawanku langsung pulang begitu kami dipersilakan bubar oleh para pembinanya. Kami berdiri di depan Wearnes menunggu angkotan yang menuju ke terminal. 5 menit, 10 menit , angkot yang kami tunggu-tunggu belum juga datang. 15 menit, 20 menit, belum juga datang. Akhirnya karena kelamaan menunggu hari juga sudah sore tau-tau temanku berkata “Jalan aja yuk Fep,siapa tau nanti di tengah jalan ada angkot yang lewat.” Wow jalan ????? Nggak salah tuuh? Wearnes-Teminal jauh lho. Tapi temenku dengan senyum meyakinkanna meluluhkanku. Akupun akhirnya mengangguk menyatujui.

Kami berjalan tak tanggung-tnaggung menuju terminal, dengan sisa-sisa tenaga terakhir setelah seharian ini beraktivitas penuh. Berjalan terus ke utara sambil sesekali menoleh ke belakang untuk melihat angkot yang pada sore itu tak perna aku jumpai. Capek . . . . Iya capek, tapi setiap kali aku mengeluh kecapaian, temanku dengan berwibawa terus berkata “Bentar lagi Fep,, dah nyampai terminal kok.” Yap kata “Bentar Lagi” yang temanku katakan seperti melucutiku. Aku dan dia kembali berjalan melewati emperan-emperan toko, bengkel, bertemu dengan orang-orang Madiun, membuat keringat meleleh di sekujur tubuh , dan kaki rasanya sudah mau patah. Tapi kami terus berjalan. Sampai tak terasa waktu ashar dah hampir habis. Duh akukan belum sholat, aku dan temanku pun membelokkan arah tujuan untuk mencari mushola terdekat. Dari pinggiran kota aku dan dia masuk ke sebuah kompleks untuk mencari mushola. Kompleks yang asing, sepi lagi. Celingukan kekanan kekiri, bener-bener dah kayak maling aja kami menyusuri kompleks sepi itu. Pada seorang nenek yang tengah menikmati masa tuanya di depan rumahnya sendiri kami bertanya. “Maaf bu,,, mushola di mana ya?” temanku bertanya. “Itu nduk..” sahutnya seraya menunjuk masjid besar dekat lapangan tenis yang berada tepat di depan rumahnya. Gusti Allah . . apa mata kami dah belekan ya sampai enggak liat masjid segedhe itu.

Menyentuhkan kulitku yang panas karena dijilat-jilati sinar sang surya pada air wudhlu waktu itu rasanya segar. Subhannallah ,,,, capek banget ini. Kubasuhkan tangan, muka, kaki pada air suci itu, kunikmati sentuhan Tuhanku. Lalu kudirikan ashar.

Setelah shalat ashar dan rasa capek sedikit menghilang kami melanjutkan pejalanan. Angin sore Madiun menampar mukaku dengan halus. Kembali kami menyusuri tatanan kota industri ini. Mobil-mobil berseliweran. Orang-orang Madiun bercengkerama di depan rumahnya masing-masing. Lalu ada seorang tukang becak yang membawa anak yang habis jatuh dari sepedanya sendiri. Sekilas kulihat ada darah segar keluar dari lututnya. Selain itu juga ada sepeda-sepeda motor yang ikut meraung mengilas jalanan Madiun. Mobil-mobil mewah lagi ,sepeda-sepeda pancal. Tapi kami tetap setia dengan kaki kami yang rasanya mau copot.

Keringat kembali deras menghujani tubuh kami. Nafas ngos-ngosan, muka terasa panas. “Aku nggak kuat lagi.” Setiap kali aku berkata begitu temanku selalu menjawab “Bentar lagi Fep, sudah dekat kok terminalnya.” Dan kata-kata temanku tersebut entah mengapa selalu menyemangatiku. Bentar lagi, bentar lagi akan kujumpai bus Mira, Sumber Kencono, yang akan membawa kami pulang. Tapi bentar laginya kok molor banget sih. Telingku masih belum menangkap suara kernet bus yang meneriakkan kata “Boyo. Boyo . boyo. Nganjuk. Ngankuk .”

Karena sudah enggak kuat lagi akhirnya temanku mengajak beristirahat di sebuah taman yang ada monumennya. Aku lupa tepatnya monumen apa. Tempatnya kotor banget, daun-daun berguguran di mana-mana. Aku dan dia beristirahat di sana. Nafas kami memburu, badan rasanya lengket-lengket kena keringat.

“Masih lamakah?” tanyaku ,”bentar lagi kok , percaya deh.” Aku hanya mengangguk. Nggak lama kami beristirahat karena petang dah menjemput, kami melanjutkan perjalanan lagi. Melewati rumah-rumah, toko-toko, rel kereta api, pabrik. “Allahu akbar allaaaaaaaaaaaaaahu akbar….” Nah lo…. Dah magrib kan. “ maghriban di pom bensin aja yuk pep.. dah deket kok trus pom bensinnya berdampingan dengan terminal.” Kata temanku. “beneran???” tanyaku bersemangat.. Berjalan lagi. Sepatu hitamku dah putih aja warnanya karena debu. Dan akhirnya pom bensin pun kelihatan. Tepat di samping pom bensin itu . . . . . “Alhamdulillah……. Terminal. Terminal ya Allah…” senang bukan main rasanya.

Aku dan temanku membelokkan jalan ke pom bensin untuk menunaikan solat magrih di mushola sana. Sementara aku mengulur-ulurkan kakiku di emperan mushola temanku bertanya pada petugas pom dimana tempat untuk berwudlu nya.

Maghrib kali ini seperti sebuah kenangan panjang. Aku merasakan betapa begitu dekatnya Allah padaku. Aku juga merasakan betapa sayangnya sahabatku itu pada waktu dulu. Aku dan dia berhasil mencapai terminal dari Wearnes yang jauh itu hanya dengan jalan kaki. Padahal tahu kah saudara tepat setahun dari hari itu aku mengalami kecelakaan patah tulang di paha kiriku yang mengharuskan aku untuk operasi. Dan sekarang di hadapan Allah, Dia membarikan kesembuhan nyata padaku.

Selesai sholat maghrib dengan berbesar hati aku dan kawanku itu berjalan menuju terminal. Di sana kudengar sebuah suara merdu yang menyayat-yayat hati….. “Boyo… Boyo.. Boyo… Nganjuk…. Nganjuk…. Nganjuk….” Bus Mira yang sama yang aku tumpangi tadi pagi. “Boyo… Boyo.. Boyo… Nganjuk…. Nganjuk…. Nganjuk….” Akhirnya aku pulang…..


2 komentar on "Terminal oh terminal"

ndyw on 5 Agustus 2009 pukul 06.43 mengatakan...

ijin menyimak ya

jaguar on 25 Oktober 2009 pukul 01.56 mengatakan...

ertg

Posting Komentar

 

DeSiGn AsyiK Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez